Friday, June 22, 2012

“KEANGKUHAN” MARKET LEADER


Menjadi pemimpin pasar dalam dunia bisnis merupakan pencapaian yang luar biasa bagi suatu produk. Pencapaian tersebut tentunya dilalui dengan tidak mudah, berbagai strategi bisnis dilakukan agar produk tersebut menjadi penguasa pasar. Namun seringkali yang kita saksikan adalah bahwa sang penguasa pasar seringkali tidak dapat mempertahankan posisinya sebagai sang pemimpin pasar layaknya sebuah ungkapan “Mempertahankan prestasi lebih susah daripada mencapainya”.

Pada era tahun 70an hingga awal 80an, Kodak merupakan pemimpin pasar untuk kamera foto analog maupun film foto. Karena melekatnya nama Kodak tersebut, masyarakat di era itu menyebut kamera foto bukan lagi kamera, akan tetapi menyebut semua kamera foto dengan nama Kodak apapun merk kameranya. Suatu penetrasi dan edukasi pasar yang luar biasa yang dilakukan oleh Kodak, walaupun di era tersebut ada Nikon, Canon, Konica, hingga Pentax yang menjadi kompetitornya. Hingga akhirnya muncul Fuji yang melakukan inovasi kamera pocket yang sangat memudahkan bagi penggunanya, baik kemudahan didalam melakukan pemotretan maupun di bawa kemanapun karena disainnya yang handled. Fuji pun sukses menggeser posisi Kodak sebagai penguasa pasar selama beberapa tahun.

Percepatan teknologi akhirnya menyentuh kamera foto, dari yang semula analog menggunakan film menjadi era digital tanpa menggunakan film. Fuji yang menjadi penguasa pasar masih terlena dan berada di wilayah comfort zone, sehingga terlambat melirik era digital tersebut. Sebaliknya kedatangan era digital di kamera ditangkap dengan baik oleh Canon dan Nikon, hingga akhirnya saat ini kedua merk tersebut head to head sebagai penguasa di kamera DSLR, sedangkan untuk kamera digital pocket Canon masih lebih unggul dibanding Nikon. Fuji pun akhirnya tenggelam di persaingan pasar kamera foto.

Pada tahun 1978, Sony membuat prototype Walkman dan mulai memasarkannya di Jepang pada tahun 1979 serta mulai memperkenalkan dan memasarkannya ke berbagai penjuru dunia pada tahun 1980. Walkman pun menjadi trend di seluruh dunia, dimana-mana ditemui anak muda Gaul tahun 80an menenteng Walkman baik sebagai teman belajar, jalan-jalan, hingga bersepatu rodaan pun sambil mendengarkan musik di Walkman. Saat era compact disc booming ditahun 90an, Sony meluncurkan Discman untuk mengantisipasi permintaan pasar sekaligus mempertahankan posisinya sebagai pioneer sekaligus penguasa pasar.

Perkembangan teknologi komputer dan dunia maya, diikuti oleh munculnya muncul era MP3 pada akhir tahun 90an, yaitu format berkas pengodean suara yang memiliki kompresi yang baik (meskipun bersifat lossy) sehingga ukuran berkas bisa memungkinkan menjadi lebih kecil. Para pelaku dan penikmat musik dapat mengunggah dan mengunduh musik-musik ataupun lagu-lagu dengan mudahnya tanpa harus datang ke toko CD untuk membeli CD. Sony tidak mengantisipasi trend ataupun era ini dengan baik, dia  masih terlena dan “Angkuh” dengan produknya. Era MP3 tersebut disambut oleh berbagai perusahaan elektronik untuk mengeluarkan piranti MP3 player dan menjadi trend terbaru bagi kalangan pecinta musik didalam mendengarkan dan menikmati musik. 

Apple Inc. juga menangkap era digital music tersebut dengan gegap gempita dengan memperkenalkan Ipod pada 21 Oktober 2001. Dengan disain yang menarik dan elegance, user interface yang sederhana serta scroll wheel didalam penggunaannya membuat para penikmat musik jatuh cinta kepada piranti ini, ditambah kelebihan lainnya yaitu bisa pula digunakan sebagai eksternal hard drive menjadikan Ipod melesat menjadi trend setter. Pada perkembangan selanjutnya banyak sekali varian yang dikeluarkan oleh Ipod, seperti Ipod Touch dengan layar lebar dan wifi yang disematkan didalamnya semakin memanjakan penikmatnya didalam menikmati film, video klip, hingga berselancar di dunia maya. Akhirnya nama Sony untuk piranti music portable pun menghilang.

Dan yang terakhir yang banyak menjadi perbincangan adalah runtuhnya kedigdayaan Nokia yang selama bertahun-tahun menjadi Raja peralatan telekomunikasi disalip posisinya oleh Samsung. Nokia mengalami banyak penurunan revenue, nilai sahamnya anjlok hingga 70%, serta kabar terakhir adalah akan mem PHK karyawannya sebanyak 10.000 orang. Beberapa tahun terakhir Nokia mendapat serangan dari berbagai penjuru. Untuk produk High End, yatiu seri E dan N  diserang habis-habisan oleh Black Berry, Iphone, hingga produk-produk yang mengusung Android sebagai Operational Systemnya (OS), seperti Samsung dengan serial Galaxy-nya. Untuk seri Low End, Nokia juga di serang oleh produk-produk buatan negeri Tirai Bambu. 

Hal itu terjadi karena juga “Keangkuhan” Nokia terhadap produk-produknya dengan Symbian sebagai OS nya. Saat RIM dengan produk Black Berry sebagai Smart Phone memperkenalkan keunggulan produknya di tahun 2004 seperti Push Mail, Qwerty model, Track Ball hingga Black Berry Messenger menjadikan Black Berry sebagai pemain yang cukup dilirik pasar terutama menginjak tahun 2008 Black Berry menjadi booming, Nokia masih “Angkuh” terhadap produknya dan mengatakan tidak akan kawatir akan serangan Black Berry. Bahkan di salah satu iklan yang diluncurkannya saat itu adalah menyerang kelemahan ketahanan baterei Black Berry.   

5 November 2007, Android di rilis untuk pertama kalinya sebagai suatu Operational System dan pada perkembangan selanjutnya digunakan oleh banyak merk Hand Phone, diantaranya yang sukses mengusungnya adalah Samsung, Motorola hingga HTC menjadikan Nokia semakin memiliki banyak “Musuh”. Namun demikian masih belum membuat Nokia luluh, karena Nokia menyatakan bahwa dia masih sebagai pemimpin pasar. 

Di tahun yang sama, yaitu 2007 Apple meluncurkan Iphone sebagai smart phone unggulannya. Mahalnya harga Iphone serta fasilitas yang diberikannya masih terbatas membuat Nokia masih tidak kawatir akan meluncurnya Iphone. Namun Iphone banyak melakukan perubahan berkaitan fasilitas serta harga yang lebih murah ada Iphone generasi kedua dengan fitur 3G memberikan serangan yang cukup berarti bagi Nokia. Apalagi ketika Samsung semakin gencar meluncurkan berbagai produknya yang tetap mengusung Android sebagai OS nya dan semakin menguasai pasar membuat Nokia kalang kabut.

Akhirnya Nokia mulai sadar dengan “Keangkuhannya” dengan meluncurkan produk terbarunya Lumia yang mengusung Windows sebagai Operational System, tetapi sudah sangat terlambat karena orang-orang sudah terlanjur cinta dengan Black Berry serta Android. Bahkan banyak sekali orang yang kita temui apabila memiliki lebih dari 1 (satu) hand set, yang 1 adalah Black Berry sedangkan yang lainnya adalah Android. Alhasil Nokia akan mengikuti jejak dari Kodak, Fuji, serta Sony untuk walkman dan discman apabila tidak menemukan momentum bagi keunggulan produknya dengan menciptakan trend terbaru.

Dari berbagai hal tersebut di atas, kepekaan akan munculnya suatu trend dan teknologi harus segera ditangkap dan diolah oleh kalangan industri yang sangat berhubungan dengan perkembangan teknologi. Research  and Development yang dimiliki oleh perusahaan tersebut harus benar-benar menjadi divisi ujung tombak bagi penciptaan suatu trend. Karena produk yang berhubungan dengan teknologi sangat peka dengan dinamika perkembangan teknologi dan sangat “Haram” untuk tidak mengikuti perkembangannya.

Lalu bagaimanakah dengan nasib Apple Inc. sepeninggal sang Think Thank Steve Jobs ? Semoga Apple Inc. memperkuat divisi R & D nya dengan baik, sehingga selalu meluncurkan produk-produk yang fenomenal dan tetap menjadi trend setter.

Monday, June 11, 2012

EFISIEN atau IRIT ?


Belum lama ini yaitu sekitar 6 (enam) bulan yang lalu telah dibuka SPBU baru di kawasan Surabaya Pusat, setelah sekian kali melewati SPBU tersebut, akhirnya saya masuk ke SPBU tersebut untuk mengisi bensin karena panah petunjuk bensin telah menunjuk ke arah merah “berteriak” minta minum. Secara fisik bangunan terlihat sekali menariknya bangunan SPBU tersebut, kantor dan bangunan pendukung lainnya di disain seperti lingkungan sekitarnya yang merupakan kota tua, sehingga merupakan SPBU yang bergaya colonial namun modern. Bagi saya KESAN PERTAMA BEGITU MENGGODA.

Ketika dalam antrean saya merasakan betapa lamanya antrean ini tidak seperti ketika mengantre di SPBU lainnya tempat saya biasanya mengisi. Pada akhirnya giliran mobil didepan saya yang dilayani untuk mengisi bensin, ternyata petugas pengisinya yang masih baru cukup lamban didalam melayaninya. Saya cukup memaklumi karena mungkin masih baru sehingga masih belum cekatan didalam melayani. Akan tetapi ketika si pemilik mobil meminta print out paper ternyata print out paper tidak otomatis keluar dari mesin pengisi namun harus di print di mesin printer yang biasanya kita gunakan untuk kita menge-print pekerjaan kita, dan mesin tersebut otomatis terpisah dengan mesin pengisi bensin. Proses pencetakan nota tersebut memerlukan waktu yang sangat lama, karena mesin printer mengalami problem pada tintanya kertas yang tercetak terlihat kosong, sehingga sang petugas memanggil rekannya untuk membantu proses tersebut. Walhasil saya harus bersabar lagi menunggu antrean. Sambil menunggu, saya melihat sisi selasar yang satunya terdapat orang yang melakukan pembayaran dengan kartu kedit dan cukup lama juga proses yang dilakukan mulai dari proses input nominal hingga penanda tanganan bill.

Apabila dilihat dari segi customer service pasti terlihat jelas bagaimana kualitasnya. Yang terbenak di pikiran saya adalah mengapa sang pemilik SPBU tidak melakukan investasi mesin pengisi yang dapat melakukan print out nota secara otomatis, namun lebih memilih mesin pengisi yang terpisah dengan printer. Apakah karena harga mesin tersebut lebih murah apabila dibandingkan dengan mesin yang mampu melakukan print out secara otomatis? Bisa jadi seperti itu.

Mungkin ketika melakukan pembelian mesin, sang pemilik memilih mesin yang lebih murah dan menyambungkan dengan printer yang saat saya lihat merek dan serinya adalah seharga 500.000an rupiah di pasaran adalah untuk kepentingan efisien. 

Efisien adalah kata yang sering diucapkan apabila akan melakukan pembelanjaan, investasi, serta over head operasional perusahaan. Bahkan kata efisien selalu dikaitkan dengan kata efektif. Namun apakah sebenarnya efisien itu? Banyak yang memahami efisien sebagai penekanan biaya yang sekecil-kecilnya atau semurah-murahnya. Jadi apabila terdapat beberapa barang yang akan dibeli akan dipilih harga yang paling murah. Namun apabila berkaca dari kasus SPBU diatas, ketika sang pemilik SPBU memilih mesin pengisian yang lebih murah bagaimanakah kira-kira “NILAI” SPBU tersebut di jangka panjangnya? Apakah menjadi “MURAH” sesuai dengan nilai investasinya ataukah menjadi “MAHAL”? Kalau hasilnya menjadi “MURAH”, yaitu revenue yang dihasilkan menjadi kecil, maka yang dilakukan oleh pemilik SPBU adalah pola IRIT, akan tetapi kalau menghasilkan nilai investasi yang “MAHAL” atau tingkat revenue yang tinggi, maka sang pemilik melakukan pola EFISIEN.

Berpikir dan berperilaku efisien bukanlah sekedar membeli atau berinvestasi barang yang paling murah dengan niatan atau maksud untuk irit. Investasi barang dengan harga lebih mahal akan dapat dikatakan efisien apabila :
  1. Usia barang tersebut lebih panjang dari pada barang yang lebih murah atau dapat dikatakan lebih awet. 
  2. Mempermudah dan mempercepat pekerjaan, sehingga ouput yang dihasilkan lebih banyak.
  3. Ketahanan barang yang lebih kuat, sehingga pemeliharaan barang tersebut juga tidak mahal dan berakibat pada biaya pemeliharaan yang murah. 
  4. Nilai jual yang masih tinggi apabila dijual kembali.
Kalau menilik pada kasus SPBU di atas, dapat diperkirakan para pemilik kendaraan akan enggan untuk mengisi ke SPBU tersebut kalau tidak “terpaksa”, karena pelayanan yang diberikan lamban sekali. Pada akhirnya dapat dipastikan pendapatan SPBU tersebut akan  menurun, sehingga nilai investasi yang ditanamkan akan cukup lama untuk mencapai BEP (Break Event Poin).

Dapat dipahami dari sini, IRIT akan dapat menjadi “Mahal” apabila kita berpikir secara jangka pendek yaitu yang penting mendapatkan barang dengan harga murah akan tetapi barang tersebut tidak mampu mendukung kinerja usaha kita dengan baik. Efisien adalah walaupun mungkin harus mengeluarkan nilai investasi agak lebih mahal sedikit, akan tetapi barang tersebut mampu mendukung kinerja usaha kita dengan baik.