Wednesday, December 12, 2012

PASSION at WORK



Satu minggu yang lalu saya menjadi nara sumber Carrier Coach di Radio Hard Rock FM Surabaya yang membahas tentang Passion at Work, dan saya ingin berbagi materi bahasan tersebut di Blog ini. Terdapat beberapa alasan ataupun motivasi seseorang didalam bekerja. Bagi seorang fresh graduate terkadang alasannya adalah dia bekerja karena dari pada menganggur, dalam arti dia sudah mencoba melamar pekerjaan-pekerjaan yang sekiranya sesuai dengan latar belakang pendidikannya akan tetapi tidak kunjung diterima atau mendapatkan pekerjaan yang diinginkan. Kemudian dia mendapatkan pekerjaan yang diluar latar belakang pendidikannya, sehingga dia berpendapat, ”Ya sudah dari pada saya menganggur, mending saya jalani saja pekerjaan ini.” Ada juga yang dia bekerja karena gajinya yang besar dan mengatakan, “Hari gini… bicara passion yang penting gaji besar coy…” Lalu ada yang bekerja karena kecintaannya terhadap pekerjaan yang dilakukan karena sesuai dengan hasratnya ataupun latar belakang pendidikan dan kemampuannya walaupun misalnya gajinya tidak terlalu besar. Bahkan ada yang menyatakan bahwa dia bekerja karena pengabdian, misalnya Guru yang ditempatkan di wilayah pelosok ataupun tentara yang bekerja di perbatasan wilayah NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).

Dari alasan-alasan tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa ada 4 (empat) kuadrant alasan ataupun motivasi seseorang didalam bekerja :





 
                                                                            
Kuadrant sebelah kiri menunjukkan tidak adanya Passion didalam diri seseorang didalam bekerja (NP), sedangkan kuadrant  sebelah kanan menunjukkan adanya Passion didalam bekerja, yaitu dengan mencintai pekerjaannya bahkan ke tingkat lebih tinggi lagi yaitu pengabdian. Untuk kuadrant NP dapat dipastikan bahwa seseorang tersebut bekerja dengan tidak bersungguh-sungguh, bagi mereka yang penting adalah dia datang bekerja setiap hari dan mendapatkan gaji setiap bulan. Sehingga bekerja tidak ubahnya seperti ritual harian yang harus dilakukan.

Sedangkan kuadrant sebelah kanan menunjukkan adanya passion didalam mereka bekerja, mereka mencintai pekerjaannya sehingga selalu bersungguh-sungguh didalam bekerja bahkan bagi yang menganggap bekerja adalah pengabdian gaji bagi mereka adalah nomer ke sekian. Seseorang yang memiliki passion didalam bekerja adalah orang yang memiliki tujuan yang jelas didalam bekerja serta komitmen yang kuat didalam melaksanakannya.

Hal tersebut tentunya akan berpengaruh terhadap hasil kerja antara NP dan P. Orang P akan menghasilkan kualitas pekerjaan yang lebih baik daripada orang NP, orang P akan mampu mencapai target yang dibebankan dari pada orang NP, dan orang P akan memiliki mental yang lebih baik dari pada orang NP.

Apabila orang NP dan P bekerja di suatu jenis pekerjaan yang sama serta di perusahaan yang sama, maka dapat dipastikan ke depannya Karir orang P akan jauh lebih baik atau meningkat dibanding NP, sehingga dapat dipastikan gaji yang akan diterima oleh P akan lebih tinggi dari pada NP. Karena pada saat penilaian kinerja, P menghasilkan nilai yang lebih baik daripada NP, sehingga berpengaruh terhadap karir bekerja mereka. Semua tokoh dunia yang sukses, seperti Albert Einstein, Steve Job, Oprah Winfrey, Lee Kwan Yew, hingga Barrack Obama memiliki passion terhadap hal-hal yang dilakukannya, sehingga ketokohannya diakui oleh dunia.

Ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh orang NP agar dapat berpindah kuadrant ke P, yaitu :

  1. Mulai belajar mencintai pekerjaannya dengan cara meningkatkan kemampuan hard skill (technical skill) serta soft skill (personal development), sehingga kemampuan atau kompetensi yang dimiliki terus meningkat.
  2. Mulai menikmati ritme pekerjaan yang dijalaninya, contohnya adalah apabila jenis pekerjaan kita menuntut kita untuk sering berpergian ke luar kota, maka kita pun harus menikmati setiap perjalanan yang kita jalani walaupun hal tersebut melelahkan. 
  3. Fokus terhadap tujuan atau target kerja yang dibebankan.

Wednesday, November 7, 2012

HARD WORK atau SMART WORK



Seringkali kita mendapati seseorang yang mengatakan bahwa dirinya adalah seorang Hard Worker atau pekerja keras, bahkan di banyak sekali aplikasi atau curriculum vitae disebutkan bahwa dia adalah hard worker yang dimaksudkan untuk meyakinkan perusahaan yang ingin “dilamar” bahwa dia adalah seseorang yang mampu bekerja “Pagi – Siang – Malam”.

Saya teringat perbincangan saya dengan beberapa orang yang mengeluhkan kehidupannya di perusahaan, salah satunya adalah seorang rekan yang berkarir di salah satu perusahaan. Rekan tersebut mengeluh kalau atasannya tidak begitu mengapresiasi apa yang telah dilakukannya, bahkan dalam Performance Appraisal atau Penilaian Kinerja dia selalu mendapatkan nilai yang tidak memuaskan dibanding dengan rekan-rekannya. Dia bercerita bahwa hampir setiap hari dia lembur pulang malam untuk menyelesaikan semua pekerjaannya,  bekerja keras agar segala hal dan tarjet yang dibebankan terhadapnya dapat dia selesaikan dengan baik. Pada akhirnya dia menarik suatu “kesimpulan” bahwa atasannya tidak menyukainya. Selanjutnya saya bertanya kepada dia, “Kenapa selalu lembur ?” Dia bilang bahwa pekerjaannya sangat banyak sekali sehingga sepertinya seakan-akan tidak ada ujungnya, bahkan belum kelar pekerjaan yang satunya sudah diberikan tugas atau pekerjaan yang baru. Kemudian saya bilang ke dia bahwa dia betul-betul seorang Hard Worker sejati, dia pun menimpali, “Khan… kurang kerja keras apa saya.”

Tentunya kisah di atas banyak dialami oleh rekan-rekan yang lain. Pertanyaan selanjutnya adalah, “Banggakah kita sebagai seorang Hard Worker ?” Pagi, siang, malam bahkan bila perlu pagi bertemu pagi lagi untuk bekerja.

Lalu bagaimanakah dengan Smart Worker ? masih sedikit orang yang menyatakan bahwa dirinya adalah Smart Worker. Seorang Smart Worker adalah orang yang sangat paham bagaimana dia harus me-manage atau mengelola aktivitas atau pekerjaannya, dia betul-betul menerapkan Time Management serta PDCA (Plan Do Check Action) didalam setiap aktivitas yang dijalaninya, sehingga pekerjaan yang dilakukan sangat efektif bahkan efisien. Smart Worker paham betul apa yang harus dilakukannya di setiap harinya, mulai tahapan-tahapan pekerjaannya, skala prioritas yang harus dilakukan, koordinasi pekerjaan yang harus dilakukan, kapan harus melakukan review pekerjaan, kapan harus membuat dan menyelesaikan laporan, hingga kapan waktu untuk bersantai untuk dia. Bahkan saat dia harus bertugas di luar kantor, dia dapat menyelesaikan segala pekerjaannya dengan baik. Karena segala data yang dia butuhkan untuk menyelesaikan pekerjaannya dapat di email kan, sehingga dapat segera dia kerjakan atau dia review. Apalagi di era saat ini, era para Netizen, yaitu era kemudahan didalam berkomunikasi dan mengakses hal apapun di dunia maya, seakan-akan dunia ada di genggaman. Apabila ada hal yang kurang jelas terkait data yang dia terima, dia dapat menelpon kantor atau klien saat itu juga dengan biaya yang sangat murah saat ini dimanapun dia berada. Belum lagi sarana komunikasi yang lain, mulai dari SMS, YM, Google Talk, BBM, hingga What’s Up. Ditambah dengan berbagai media sosial seperti Face Book, Twitter, hingga Linked In semakin mempermudah komunikasi. Berbagai sarana komunikasi tersebut sebagian besar betul-betul dimanfaatkan untuk menunjang pekerjaannya, bukan sekedar untuk “eksis”. Fasilitas dan operational system gadget saat ini pun semakin mendukung dan mempermudah untuk melakukan hal itu semua. Sehingga tidak ada alasan bagi para Smart Worker untuk beraktivitas atau menyelesaikan segala pekerjaannya. Kalaupun harus pulang larut, hal itu bukan dikarenakan tidak efisiennya dia didalam bekerja, akan tetapi ada hal yang betul-betul harus dia selesaikan saat itu. Serta tidak setiap hari dia pulang larut.

Para penganut Mobile Office dapat dikategorikan sebagai Smart Worker, dia bisa menyelesaikan pekerjaannya di manapun dia berada. Salah satu contohnya adalah sambil ngopi di suatu coffee shop dengan membuka net book dia bisa memanfaatkan fasilitas wifi yang tersedia untuk bekerja, mulai dari menerima email, menjawab email, membuat proposal, membuat laporan, meeting dengan klien, hingga melakukan transfer melalui net banking. Kelar aktivitas ngopi tersebut, dia bisa relaks seperti menonton film box office di Cineplex yang ada di lokasi tersebut atau bergerak ke lokasi yang lain untuk bertemu klien atau rekan-rekan yang lain.

Sekarang tinggal kita memilih, akan menjadi seorang Hard Worker ataukah sebagai seorang Smart Worker.

Monday, October 1, 2012

EXPERENTIAL CUSTOMER SERVICE ala PEDRO



Beberapa waktu yang lalu saya ke negeri tetangga Singapura, kali ini benar-benar untuk liburan. Sebenarnya kalau berbicara tentang pelayanan atau service, Singapura adalah Negara yang penuh dengan pelayanan. Begitu mendarat di Negara tersebut saja kita telah diberikan pelayanan yang menyenangkan, mulai dari bandaranya hingga infrastruktur kotanya yang memang memanusiakan manusia, yaitu memudahkan manusia yang berada di kota tersebut untuk beraktivitas. Namun saya tidak akan membahas fasilitas pelayanan  infrastruktur negeri tersebut. 

Karena memang tujuan kali ini adalah liburan murni tanpa ada pekerjaan atau mengikuti training, maka salah satu aktivitas yang banyak dilakukan oleh rombongan adalah belanja. Ada seorang rekan yang ingin beli sepatu merk Pedro dan minta diantar ke toko sepatu tersebut di salah satu mall di Orchad. Waktu itu saya bilang ke rekan saya, kenapa tidak beli di Surabaya saja? Karena di Surabaya sudah ada tokonya Pedro. Hal tersebut karena saya adalah tipikal orang yang praktis, kalau akan membeli sesuatu adalah apabila barang tersebut tidak ada di Indonesia atau di Surabaya khususnya. Namun dia ingin tetap diantar karena siapa tahu ada barang terbaru atau discount. Maka mengantarlah saya ke salah satu mall di kawasan Orchad yang terdapat toko sepatu Pedro. Mulailah teman saya mencoba coba sepatu-sepatu yang menarik perhatiannya, dan seperti laiknya para pramuniaga di kawasan orchad,, mereka melayani kami dengan ramah dan baiknya walaupun cukup banyak sepatu yang dicoba oleh rekan saya tersebut tidak ada senyum sinis atau jengkel di wajah mereka. Hingga akhirnya ada model sepatu yang cocok dan ingin dibelinya, namun ketika dicoba sepatu tersebut nomernya kebesaran sehingga rekan saya minta diambilkan nomer yang sesuai dengan ukuran kakinya. Sang pramuniaga pun melakukan pengecekan di komputer berkaitan dengan stock sepatu, ternyata ukuran sepatu yang diminta oleh rekan saya tersebut telah habis. Saat itu pramuniaga menawarkan ke rekan saya untuk membeli model yang lain yg mungkin masih ada stocknya. Namun rekan saya bilang tidak tertarik membeli model yang lain karena dia sangat ingin membeli model tersebut. Saat itu saya akan bilang ke rekan saya untuk ke Pedro di mall seberang, barangkali ada ukuran dari model yang dia taksir. Namun belum sempat saya bilang hal tersebut, ada hal yang cukup mengejutkan dan membuat saya terkesan, yaitu tanggapan dari pramuniaga tersebut ketika rekan saya mengatakan hanya tertarik dan benar-benar ingin membeli model sepatu yang tidak ada stocknya tersebut, bukan yang lain. Dia mengatakan ke rekan saya untuk menunggu sebentar mungkin sekitar 10 menit katanya, dia akan menghubungi toko Pedro yang ada di mall seberang untuk mengantar sepatu yang diinginkan rekan saya. Karena di toko Pedro mall yang lain ukuran sepatu yang diinginkan masih ada.

Pengalaman baru tentang pelayanan atau yang biasanya disebut dengan experiential customer service saya dapatkan disini, sebagai customer atau pembeli kami dimanjakan dengan hal seperti itu. Mengetahui calon pembelinya tidak mendapatkan barang yang diinginkannya, pramuniaga membantu untuk mendapatkan sepatu tersebut dengan sepenuh hati. Bisa saja sang pramuniaga menyuruh kami untuk ke toko Pedro yang terdapat di mall yang lain, namun hal tersebut tidak dilakukannya. Dan benar saja sekitar 10 menitan sepatu yang ditaksir oleh rekan saya tiba di toko Pedro dengan diantar oleh pramuniaga atau pegawai Pedro dari mall yang lain. 

Dengan menerapkan pelayanan yang seperti itu tentunya banyak keuntungan yang didapatkan oleh kedua belah pihak, baik bagi calon pembeli maupun penjual. 

Bagi calon pembeli :

  1. Calon pembeli mendapatkan pelayanan yang premium, layanan yang selalu diinginkan oleh setiap konsumen.
  2. Calon pembeli tidak perlu kecewa tidak mendapatkan barang yang ditaksir atau diinginkannya.
  3. Calon pembeli tidak perlu mencari toko Pedro di mall yang lain, apalagi bagi yang tidak tahu di mana lagi letak Pedro dan di mall yang mana karena begitu banyaknya mall di kawasan Orchad.
  4. Yang pasti calon pembeli tidak perlu capek-capek jalan ke mall yang lain.


Bagi Penjual :

  1. Penjual tidak kehilangan moment, yaitu moment untuk mendapatkan pembeli. Pramuniaga berhasil meningkatkan grade sang pengunjung toko, dari seorang calon pembeli menjadi seorang pembeli.
  2. Penjual berhasil “memaksa” calon pembeli yang tadinya mungkin tidak jadi membeli untuk “menginvestasikan” uangnya membeli sepatu tersebut.
  3. Karena terkesan dengan pelayanan tersebut, bukan hal yang mustahil sang pembeli tersebut akan naik grade menjadi seorang pelanggan bagi Pedro.

Sebetulnya pelayanan seperti itu di Indonesia telah diterapkan oleh para makelar atau para penjual barang-barang elektronik seperti di kawasan Glodok (Jakarta) atau Hi Tech Mall (Surabaya). Apabila kita mencari produk atau barang yang di toko tersebut tidak ada, mereka akan menelepon toko-toko lain kenalan mereka yang berada di gedung tersebut untuk menanyakan ketersediaan barang tersebut di toko mereka. Apabila barang tersebut ada, mereka akan memberitahu kita harga barang tersebut. Jika kita sepakat, maka mereka akan mengambilkan barang tersebut dan menyuruh kita menunggu. Jika kita tidak sepakat, maka mereka akan menyuruh kita untuk mencari di toko yang lain. Demikian pula seandainya seteleh mereka menelepon “gangs” mereka dan tidak mendapatkan barang yang kita inginkan, mereka akan menyuruh kita untuk mencari di toko lain. Sedangkan di toko-toko produk fashion saya masih belum menemukan pelayanan seperti yang dilakukan oleh Pedro Singapura.

Namun yang membedakan antara Pedro dengan para makelar atau para pedagang elektronik di Glodok (Jakarta) atau Hi Tech Mall (Surabaya) adalah cara pelayanannya, yaitu pramuniaga Pedro Singapura melayani dengan sangat elegan atau berkelas berbeda jauh dengan para pedagang elektronik tersebut.

Memang, Pedro Singapura diuntungkan dengan letak mall-mall yang berada di satu kawasan, yaitu di Orchad, sehingga pola pelayanan seperti itu dapat dilakukan dengan baik. Berbeda dengan mall-mall di kota-kota besar di Indonesia, seperti di Jakarta dan Surabaya yang letak mall-mall nya bertebaran di berbagai sudut kota. Namun yang cukup dikagumi adalah data stock yang ada di komputer toko tersebut adalah integrated dengan toko-toko yang lain, sehingga apabila stock di toko tersebut habis, maka pegawai toko dapat mencari info stock barang di toko yang terletak di mall yang lain. Sehingga ketika kita berbelanja di salah satu toko di Jakarta atau Surabaya dan kebetulan stocknya habis, maka pramuniaga toko dapat menginformasikan ke calon pembeli apabila barang yang diinginkan di toko yang lain di mall “A” masih ada, sehingga calon pembeli disarankan untuk membelinya di mall “A”. Akan lebih luar biasa lagi apabila mampu memberikan pelayanan yang sama dengan pelayanan di Pedro Singapura, walaupun membutuhkan waktu yang mungkin lebih lama, yaitu 30 menit. Pramuniaga dapat menyarankan calon pembeli untuk menunggu barang tersebut sambil berjalan-jalan dulu di mall tersebut, atau mungkin sang calon pembeli ada aktivitas lain, seperti mau makan atau ngopi-ngopi atau nonton di bioskop. Sehingga kelar melakukan aktivitas-aktivitas tersebut, barang yang diinginkan oleh calon pembeli tiba dan siap untuk dibawa pulang.

Tuesday, September 4, 2012

SEBAGAI PIMPINAN, DIMANAKAH POSISI KITA ?



Keberadaan pemimpin sebagai seorang pemimpin di suatu organisasi atau perusahaan diharapkan mampu menjaga kegiatan operasional perusahaan dapat berlangsung sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Selain itu agar pemimpin tersebut mampu membawa, mengarahkan, serta mengoptimalkan Sumber Daya yang dimiliki perusahaan menjadi bernilai. Namun terkadang yang kurang dipahami oleh pimpinan adalah tentang keberadaan sang pimpinan di organisasi tersebut, apakah keberadaannya memiliki arti atau tidak di mata bawahannya.

Mungkin kalimat dibawah ini dapat kita jadikan suatu renungan akan keberadaan kita sebagai seorang pimpinan :

Kita ada, bawahan bahagia
Kita ada, bawahan tidak bahagia
Kita ada ataupun tidak ada, bawahan biasa-biasa saja (tidak berpengaruh bagi bawahan)
Kita tidak ada, bawahan bahagia
Kita tidak ada, bawahan tidak bahagia

Kita Ada, Bawahan Bahagia
Keberadaan kita di tempat kerja selalu dinantikan oleh bawahan kita. Bagi bawahan, keberadaan kita dapat menunjang performa mereka didalam bekerja. Kita selalu mampu mengarahkan dan memberikan solusi bagi permasalahan yang dihadapi oleh mereka. Selain itu keberadaan kita di perusahaan membuat mereka tenang dan nyaman.

Kita Ada, Bawahan tidak Bahagia
Keberadaan kita di tempat kerja membuat bawahan kita tidak bahagia. Bagi mereka keberadaan kita di tempat kerja terkadang bagaikan momok tersendiri bagi mereka, membuat mereka resah bahkan tertekan. Mereka bekerja dengan tekanan yang yang cukup tinggi, sehingga stress sering dialami oleh mereka.

Kita Ada ataupun Tidak Ada, Bawahan biasa-biasa saja
Ada ataupun tidak adanya kita di tempat kerja tidak berarti bagi bawahan. Kegiatan operasional perusahaan tetap berjalan seperti biasa dengan adanya atau tanpa adanya kita di tempat kerja. Karena kita tidak sering mengarahkan dan membimbing mereka, serta jarang sekali mengeluarkan suatu kebijakan yang bersifat strategic yang mampu meningkatkan kinerja perusahaan.

Kita Tidak Ada, Bawahan Bahagia
Ketika kita tidak berada di  tempat kerja, bawahan merasa bahagia. Mereka seakan-akan merasa “berpesta” dengan ketidak beradaan kita di tempat kerja. Bahkan mereka selalu berharap agar kita tidak pernah berada di tempat kerja.

Kita Tidak Ada, Bawahan Tidak Bahagia
Ketika kita tidak berada di tempat kerja, bawahan merindukan kita. Mereka merasa kehilangan seseorang yang selalu dapat menyelesaikan permasalahan mereka, serta membuat mereka nyaman dengan keberadaan kita di sekitar mereka.

Dari kelima hal tersebut di atas, dimanakah posisi kita ?