Yang harus dipahami adalah bahwa
tidak semua tim kerja kita adalah terdiri dari orang-orang yang expert atau
ahli di bidangnya, dengan memberikan pengarahan saja akan penugasan yang akan
dikerjakan kita menganggap dia sudah paham tugas yang akan dikerjakan, namun banyak
diantaranya yang masih memerlukan arahan dan supervisi yang ketat, pun demikian
dengan tim kerja yang expert akan tetap membutuhkan review, sehingga hasil
akhir penugasan atau pekerjaan yang dibebankan sesuai dengan target atau
harapan yang ingin dicapai.
Pernah saya temui suatu kasus
yang cukup menarik bagi saya, seorang Penyelia suatu perusahaan sepeda motornya
diceburkan ke sungai dekat pabrik oleh para anak buahnya. Sayapun mencoba
melakukan investigasi berkaitan dengan hal tersebut. Selidik punya selidik,
ternyata Penyelia yang mengalami “musibah” tersebut awalnya adalah di posisi
yang sama dengan rekan-rekan yang menceburkan sepeda motornya ke sungai. Ketika
karyawan tersebut posisinya meningkat menjadi seorang Penyelia, dia mulai
menjadi tukang perintah dan apabila mantan rekan-rekannya tersebut melakukan
kesalahan Penyelia tersebut bukannya memberikan evaluasi atau solusi terbaik
berkaitan dengan permasalahan yang ada, tetapi malah marah-marah. Hal tersebut
terjadi berulang kali, sehingga anak buahnya yang merupakan mantan
rekan-rekannya menjadi sakit hati dan terjadilah peristiwa tersebut.
Terdapat juga suatu kasus seorang
Penyelia yang awalnya di posisi bawah, kemudian diangkat untuk menjadi Pimpinan
di unitnya dan harus membawahi mantan rekan-rekannya malah dia yang dipimpin
oleh anak buahnya. Ketika dia mencoba memberikan tugas ke anak buahnya dan
mengarahkan mereka, terdapat anak buahnya yang nyeletuk, “ Ah… belagu lu, baru
juga jadi Supervisor sudah perintah-perintah!” Mendapatkan celetukan seperti
itu Penyelia tersebut menjadi tidak punya nyali untuk meneruskan pengarahannya.
Selanjutnya dia kembali sibuk dengan pekerjaan yang bersifat operasional yang
seharusnya sudah dia kurangi karena salah satu tugas dia sebagai seorang
Penyelia adalah menjadi Pimpinan di unitnya, dia memiliki anak buah yang harus dibimbing,
dikembangkan, serta dievaluasi.
Terlihat jelas dari 2 (dua) kasus
tersebut, bahwa Penyelia tersebut tidak mampu memahami dan melaksanakan
tugasnya sebagai pimpinan dengan baik.
Pada akhirnya muncul suatu
pertanyaan : yang benar yang mana? Menjadi seorang Pimpinan atau Pemimpin?
Yang tepat adalah menjadi
Pimpinan yang mempunyai jiwa Kepemimpinan, sehingga posisi Pimpinan yang diraih
bukan sekedar jabatan atau title yang menempel di pintu ruang kerja atau di
kartu nama, akan tetapi betul-betul berperan sebagaimana fungsi, tugas, dan tanggung
jawabnya.
Ketika seseorang diangkat menjadi
seorang Penyelia atau Manajer dan seterusnya, maka hal yang harus dipahami oleh
orang tersebut adalah berkaitan dengan fungsi, tugas, dan tanggung jawab dia
berkaitan dengan jabatan yang diembannya, serta keberadaan dia yang memiliki tim
kerja yang menaruh harapan besar untuk membawa tim kerja tersebut menjadi tim
yang solid yang mampu mencapai visi yang telah ditetapkan.
No comments:
Post a Comment