Teringat seorang teman yang
merupakan salah seorang aktivis masa Reformasi, cukup “ngeri” sekaligus kagum
juga saya menyaksikan betapa bersemangatnya dia didalam memimpin pergerakkan di
Surabaya, hingga waktu untuk tidurpun seperti hanya sekedar merebahkan punggung
dan kepala, bahkan mandi pun tidak ada waktu, apalagi pulang ke rumah sudah tidak
dia lakukan selama melakukan pergerakan tersebut. Setiap saat dia memikirkan
pergerakan yang dilakukannya, melakukan koordinasi dengan kelompoknya dan
bersinergi dengan kelompok lain. Setelah melakukan pergerakan dia akan
mengumpulkan kelompoknya untuk melakukan evaluasi pergerakan, mengecek
keberadaan kelompoknya, apakah ada yang terluka ataupun bahkan hilang. Setelah
itu dia melakukan koordinasi untuk pergerakan yang dilaksanakan esok harinya.
Betul-betul tidak ada waktu istirahat baginya. Dia mengatakan ke saya saat itu,
bahwa dia tidak akan berhenti bergerak dan berjuang memimpin kelompoknya hingga
rezim Orde Baru turun dari Tahtanya.
Terlihat jelas betapa militannya
dia melakukan itu semua, bahkan ketika dia memaksa untuk berangkat ke Jakarta
bergabung dengan rekan-rekan yang melakukan pergerakan di Jakarta. Dia
melakukan itu semua dengan keyakinan yang sangat tinggi, hingga mengorbankan
kuliahnya. Disaat rekan-rekan seangkatannya sudah menyelesaikan kuliahnya dan
bergelar Sarjana, dia masih berkutat dengan pergerakannya dan bagi dia itu
adalah sesuatu yang telah di Pilihnya dan merupakan Jalan Hidup baginya.
Pun demikian dengan kejadian
beberapa saat yang lalu demonstrasi penolakan
kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) terjadi di mana-mana di penjuru negeri.
Penggalangan massa pun dilakukan entah itu oleh para mahasiswa, organisasi
masyarakat hingga Partai Politik yang kontra terhadap rencana pemerintah
menaikkan harga BBM karena harga minyak dunia yang terus melonjak hampir mirip
dengan yang terjadi pada era 1988.
6 (enam) persyaratan tersebut di
atas, saya kira adalah hal yang positif dan
dapat digunakan sebagai persyaratan seorang pimpinan yang ingin memiliki
jiwa kepemimpinan.
Terdapat cerita yang cukup
menarik dari salah satu cabang bank dengan salah satu perusahaan kontraktor.
Saat itu bank tersebut memikili unit usaha yang baru di luncurkan dan akan
mengikuti salah satu pameran property.
H-2, bank tersebut menghubungi
perusahaan kontraktor untuk membantu mereka membuat boot pameran dan disepakati
anggaran yang telah ditentukan. Karena waktu yang telah mendesak, perusahaan
kontraktor tersebut segera mengerjakan proyek tersebut dan uang muka juga telah
diserahkan. H-1, bank tersebut menghubungi perusahaan kontraktor dan mengatakan
proyek tersebut harus dibatalkan. Hal tersebut tentunya membuat pihak
kontraktor kaget, karena pameran kurang 1 (satu) hari dan telah melakukan
pengerjaan tiba-tiba dibatalkan.
Pihak kontraktor pun menanyakan
alasan pembatalan tersebut. Oleh pihak bank dikatakan bahwa pembatalan tersebut
dikarenakan ada salah satu karyawan bank tersebut yang memegang unit usaha yang
baru tersebut ternyata telah menggunakan kontraktor lain tanpa sepengetahuan
pimpinan, sehingga pimpinan pun merasa dilangkahi.
Banyak hal yang menarik dari kasus
tersebut, namun apabila dilihat dari aspek Leadership adalah mengenai
pembatalan yang dilakukan perusahaan kepada kontraktor yang telah resmi
ditunjuk, dan menggunakan kontraktor lain yang di “bawa” atau ditunjuk oleh
karyawan yang memegang unit usaha yang akan dipamerkan tanpa perusahaan
mengetahuinya. Pimpinan tidak kuasa menolak kontraktor yang di ‘bawa’ oleh
karyawannya, walaupun harus menerbitkan berita acara pembatalan proyek ke
kontraktor yang resmi ditunjuk. Terlihat jelas disini siapa yang di pimpin dan
siapa yang memimpin serta siapa yang seharusnya memimpin dan siapa yang
seharusnya di pimpin.
No comments:
Post a Comment