Didalam suatu hubungan
industrial, setiap saat seorang Pimpinan akan berinteraksi dengan anak buahnya,
mulai aktivitas meeting hingga reviewing hasil pekerjaan. Di antara anak buah
yang dimiliki oleh Pimpinan tersebut tentunya kemampuan anak buah tersebut
berbeda-beda. Tentunya juga karakter yang mereka miliki berbeda-beda pula.
Intensitas interaksi tersebut tentunya akan menimbulkan suatu kedekatan antara
pimpinan dan anak buah.
Kedekatan tersebut disebabkan
oleh beberapa sebab, ada kedekatan yang dikarenakan persamaan hobby sehingga
merasa ada kecocokan ketika ngobrol masalah hobby mereka bahkan seringkali mereka
melakukan hobby tersebut bersama-sama, misalnya Gowes bareng-bareng, “Perang”
bareng-bareng karena hobby Air Soft Gun, atau hobby-hobby yang lain. Ataupun
kedekatan yang disebabkan oleh kenyamanan karakter serta kedekatan yang
disebabkan oleh Kepandaian anak buah tersebut didalam menyelesaikan setiap
pekerjaan yang dibebankan kepadanya.
Tentunya sah-sah saja memiliki
kedekatan dengan anak buah. Namun hal yang menjadi pertanyaan adalah, apakah
kedekatan tersebut menimbulkan kecemburuan bagi anak buah yang lain ? Karena
sang Pimpinan hanya dekat ke salah satu anak buah, sehingga kepercayaan yang
berlebihan diberikan kepada anak buah yang dekat kepadanya, apalagi kalau kedekatan
tersebut bukan disebabkan oleh kepintaraan anak buah didalam menyelesaikan
pekerjaannya, akan tetapi kepercayaan yang berlebihan tersebut dikarenakan
kedekatan hobby, karakter, atau bahkan dikarenakan oleh “kepintaran” anak buah
didalam “menjilat” Pimpinannya.
Kalau kedekatan tersebut
disebabkan oleh hobby, karakter, ataupun “menjilat”, maka dapat dipastikan akan
tercipta suatu kecemburuan yang sangat tinggi di tim tersebut. Tentunya hal
tersebut akan mengakibatkan ketidak harmonisan kerja. Sering saya temui hal
tersebut terjadi di beberapa perusahaan, Pimpinan yang terjebak oleh “Anak
Emas” dengan alasan yang telah saya ungkap di atas. Pada akhirnya ketika sang
Pimpinan terjebak oleh “Anak Emas”, maka Performance Appraisal atau penilaian
kinerja terhadap anak buah pun menjadi kurang obyektif.
Kembali lagi seperti yang saya
sampaikan, adalah hal yang lumrah memiliki kedekatan dengan anak buah
dikarenakan persamaan hobby, karakter ataupun hal yang lainnya selama sang
Pimpinan berlaku professional, dia sangat paham didalam menempatkan diri, kapan
sebagai teman didalam beraktifitas hobby ataupun kenyamanan didalam
berkomunikasi yang dikarenakan persamaan atau pemahaman karakter, serta kapan
sang Pimpinan berlaku sebagai seorang Pemimpin bagi anak buahnya. Selain itu,
Pimpinan cepat tanggap dan paham apabila sang anak buah mulai memanfaatkan
kedekatan tersebut untuk “menjilat”.
Apabila Pimpinan professional,
maka ketidak harmonisan akan dapat dihindari. Akan tetapi apabila Pimpinan
tidak dapat berlaku professional, sehingga terjebak dengan “Anak Emas”, maka
sebenarnya Pimpinan tersebut tengah menggali “Kuburan” bagi dirinya sendiri.
Karena ketika terjadi ketidak harmonisan didalam tim, maka akan muncul “Barisan
Saki Hati” yaitu anggota tim lain yang cemburu dan merasa tidak diperhatikan
oleh Pimpinan.
Banyak hal yang akan dilakukan
oleh Barisan Sakit Hati tersebut, mulai dari setiap hari membicarakan perilaku
Pimpinan, “Kudeta” kecil-kecilan seperti memperlambat penyelesaian pekerjaan
hingga bermalas-malasan, sehingga pekerjaan atau project tidak pernah selesai
tepat waktu, karena bagi mereka bekerja rajin ataupun tidak rajin juga sama
saja kondisinya tidak pernah mendapatkan penilaian yang baik. Hingga kudeta
sesungguhnya, yaitu mulai dari Resign-nya karyawan yang potensial hingga melakukan
MOGOK KERJA.
Apabila hal tersebut terjadi,
maka yang paling rugi sebenarnya adalah sang Pimpinan itu sendiri, akibat
kudeta-kudeta tersebut maka pekerjaan menjadi terganggu, kehilangan karyawan
yang potensial, complain dari pelanggan, hingga akhirnya dia mendapatkan
penilaian yang tidak baik dari Pimpinan Tertinggi perusahaan (Direktur/CEO)
hingga Pemilik perusahaan.
Sangat kagum saya dengan sosok
seorang Sir Alex Fergusson, Manajer tim sepak bola Manchester United (MU),
sosok yang sangat di segani oleh dunia sepak bola. Selama 22 tahun
kepemimpinannya di MU, 36 gelar telah dipersembahkan. Sebuah pencapaian yang
luar biasa mengingat ketatnya persaingan sepakbola sekarang. Tak cukup sampai disitu
saja, pada tahun 2007 surat kabar Times Inggris juga menobatkan dia menjadi
salah satu dari 50 pelatih
terhebat sepanjang masa. Bahkan kerajaan Inggris juga memberikan
gelar kebangsawanan nan prestisius di depan namanya, “SIR”.
Salah satu kunci kesuksesannya
adalah dia tidak pernah terjebak dengan “Anak Emas”. Seorang David Beckham yang
nota bene seorang Mega Bintang dunia sepak bola, bahkan menjadi Icon bagi MU
pernah di lempar sepatu oleh Alex Fergusson karena tindakan indispliner yang
dilakukannya, yang pada akhirnya hal tersebut menurut perkiraan para pengamat
sepak bola yang membuat Beckham hengkang dari MU. Pun demikian halnya dengan
Wayne Rooney, dibangku cadangkan oleh Fergusson dua kali pertandingan
dikarenakan tindakan yang juga indipliner, walaupun sebenarnya saat itu MU
memerlukan tenaga Rooney untuk bertanding demi mengejar ketertinggalan MU
terhadap seteru sekotanya Manchester City. Namun Fergusson bersedia mengambil sikap
tersebut guna memberikan “Pelajaran” bagi Rooney dengan risiko yang besar,
yaitu akan mengalami kekalahan didalam bertanding dengan klub lain karena tidak
adanya Rooney di MU.
Hal yang tentunya memerlukan
keteguhan hati serta ketegasan didalam memutuskan sesuatu. Namun terbukti
walaupun tidak ada lagi Beckham di MU, MU tetap menjadi klub sepak bola
terhebat di Inggris serta salah satu yang terbaik di dunia.
Itulah seorang Sir Alex
Fergusson.
Untuk itu, hati-hati untuk
“Berdekatan” dengan anak buah, akan menjadi boomerang bagi kita apabila kita
tidak dapat berlaku professional.
No comments:
Post a Comment