Tuesday, May 15, 2012

Carut Marut SOP Kasus Kecelakaan Sukhoi Super Jet 100


Rabu, 9 Mei 2012 telah terjadi kecelakaan pesawat terbang Sukhoi Super Jet 100 yang melakukan joy flight atau penerbangan promosi di Gunung Salak – Bogor. Akibatnya setiap hari dan setiap saat kita disuguhi berita-berita tentang kecelakaan tersebut dari berbagai media, baik media, media televisi, hingga e-media. Proses evakuasinya pun melibatkan team SAR yang sangat besar, hampir sejumlah 800 orang terlibat didalamnya, terdiri dari berbagai unsur gabungan, mulai dari TNI, Polisi, Basarnas, Wanadri, Korp Sukarelawan PMI, Mahasiswa Pecinta Alam, Federasi Panjat Tebing Indonesia, hingga para relawan lainnya. Bahkan mungkin inilah team evakuasi terbesar yang pernah ada di Indonesia didalam melakukan evakuasi kecelakaan pesawat terbang. Dari berbagai pemberitaan tersebut, terlihat jelas carut marutnya SOP (Standard Operational Procedure) penerbangan joy flight yang dilakukan maupun penanganan keluarga korban di Halim Perdana Kusumah.
Dimulai saat pelaksanaan kegiatan joy flight, daftar nama penumpang yang ada di manifest banyak terjadi kesimpang siuran nama, hal tersebut dikarenakan ada beberapa nama yang seharusnya ikut dalam penerbangan tersebut, tidak jadi mengikuti dan digantikan oleh orang lain secara mendadak atau pada detik terakhir akan dilakukan penerbangan, sehingga kabarnya daftar manifest ada beberapa coretan penggantian nama dan diganti dengan tulisan tangan karena tidak dimungkinkan mengganti nama tersebut didalam komputer. Padahal salah satu yang terpenting dari fungsi manifest adalah untuk keperluan asuransi para penumpang penerbangan.  Akibat dari ketidak jelasan manifest tersebut, dapat dipastikan pihak asuransi akan mengalami kebingungan didalam melakukan pendataan calon penerima asuransi apabila terjadi kecelakaan terbang.

Seharusnya kegiatan joy flight mengikuti tahapan SOP penerbangan komersial pada umumnya, yaitu melalui tahapan check in, mungkin kalau di penerbangan joy flight tahap check in ini adalah penerimaan undangan sekaligus pengecekan undangan peserta joy flight, apabila terdapat penggantian nama yang menghadiri undangan tersebut dapat dilakukan saat tahap check in.  Dan pada saat peserta akan naik ke pesawat dilakukan pengecekan akhir di tahap boarding, untuk memastikan kembali bahwa nama peserta joy flight sudah sesuai. Data inilah yang dijadikan sebagai manifest penumpang, sehingga akan memudahkan administrasi penerbangan dan asuransi. Hal ini yang tidak dilakukan oleh pihak rekanan Sukhoi selaku Event Organizer atau penyelenggara kegiatan joy flight, calon penumpang yang seharusnya ikut penerbangan tahap satu bisa mengikuti penerbangan tahap dua, karena calon penumpang tersebut terlambat hadir. Belum lagi penumpang yang sudah ada di dalam pesawat dan bersiap-siap terbang bisa berubah tidak jadi mengikuti penerbangan dan digantikan oleh orang lain yang ingin ikut. Akibatnya manifest penumpang menjadi kacau, penuh dengan coretan tangan dan kabarnya manifest tersebut sempat terbawa di dalam pesawat.

Pada saat melakukan joy flight apakah tidak lebih baik melakukan penerbangan di jalur yang lebih aman, yaitu di atas lautan (utara pulau Jawa) daripada jalur pegunungan.

Pada saat terjadi kecelakaan, banyak sekali keluarga korban yang tidak mengetahui terjadinya kecelakaan yang dialami oleh keluarganya. Rata-rata mereka mengetahuinya dari berita televisi terlebih dahulu, bukan karena dihubungi oleh pihak penyelenggara. Jadinya beberapa diantaranya mengaku proaktif menghubungi Halim Perdana Kusumah yang merupakan lokasi diselenggarakannya joy flight. Bisa jadi keterlambatan pihak penyelenggara didalam menghubungi pihak keluarga adalah dikarenakan manifest mereka yang cukup kacau, sehingga harus dilakukan verifikasi atau pengecekan kembali.

Kekacauan makin terlihat pada saat keluarga korban berbondong-bondong ke Halim Perdana Kusumah, terlihat ketidak siapan pihak penyelenggara didalam menangani keadaan tersebut, mereka tidak memahami atau bahkan tidak memiliki SOP penanganan tersebut. Dalam keadaan yang penuh ketidak pastian akan nasib keluarga mereka yang mengikuti joy flight, maka dapat dipastikan kekacauan yang bakalan terjadi, mulai dari ketidak sabaran mereka dengan selalu menanyakan keadaan yang terjadi di Gunung Salak, emosi atau perasaan yang campur aduk antara optimis akan keselamatan keluarganya hingga perasaan pesimis. Mereka bahkan tidak tidur untuk menunggu kabar terbaru, sehingga kelelahan fisik dan psikis pun mendera mereka.

Untuk itu, SOP penanganan keluarga korban harus diterapkan, agar kekacauan yang terjadi dapat diminimalkan. 
  1.  Begitu terjadi kecelakaan atau saat pesawat dinyatakan hilang, keluarga korban harus segera dihubungi oleh pihak penyelenggara dan diberitahukan tempat, posko ataupun crisis center bagi berkumpulnya anggota keluarga korban. 
  2. Pihak penyelenggara menyiapkan team kesehatan bagi keluarga korban. Dalam keadaan yang kacau dan penuh ketidakpastian pasti akan terdapat orang-orang yang mendadak mengalami tekanan darah tinggi, kelelahan fisik karena kurang tidur, hingga pingsan yang diakibatkan oleh emosi yang tinggi ataupun yang diakibatkan oleh kurang makan. Sementara yang terlihat di berbagai tayangan televisi, terdapat orang yang pingsan tidak ditolong team kesehatan, akan tetapi oleh orang-orang lain yang berada di lokasi. 
  3. Begitu tiba di posko, seharusnya keluarga korban di tempatkan di suatu tempat yang cukup nyaman yang steril dari media dan tidak ada kontak secara langsung dengan team evakuasi.Keberadaan media seringkali bukannya menenangkan keadaan, bahkan seringkali menimbulkan hal yang tidak nyaman, seperti misalnya melakukan wawancara terhadap keluarga korban bukan pada saat yang tepat serta pertanyaan-pertanyaan “bodoh” yang terkadang malah menaikkan emosi mereka. Contoh pertanyaan yang makin meningkatkan emosi adalah, “Bagaimana perasaan anda berkaitan dengan kecelakaan tersebut atau perasaan anda terhadap keluarga anda yang belum diketemukan oleh team evakuasi?”Secara psikologis, pertanyaan seperti itu akan menaikkan emosi manusia. Yang tadinya orang tersebut sudah cukup tenang dan mulai sabar, akan kembali muncul perasaan sedih, kecewa, hingga kemarahan. Akibatnya orang tersebut kembali menangis hingga rasa sesak di dada, akibat terburuk bisa pingsan. Lagi pula tanpa ditanya akan perasaan mereka, kita semua pasti tahu bahkan paham akan perasaan orang yang penuh ketidak pastian. Makanya saya sebut jenis pertanyaan tersebut adalah pertanyaan “bodoh”. Dan satu orang bisa dikerubut, diwawancara oleh beberapa wartawan media.Belum lagi apabila terdapat orang yang pingsan, media berebutan untuk menyodorkan kamera dan merubung orang yang pingsan tersebut. Padahal orang yang pingsan harus diberi ruang yang lapang dan tenang, karena dia membutuhkan udara atau oksigen yang cukup. Pertanyaan akan keluarga yang belum juga diketemukan pun akan mengakibatkan pihak keluarga korban menyalahkan team evakuasi yang bekerja secara lamban, padahal di lapangan team evakuasi sudah bekerja dan berjuang secara maksimal tanpa istirahat. Kenapa harus disterilkan juga dari team evakuasi? Hal tersebut dikarenakan agar mereka tidak menyalahkan secara langsung team evakuasi apabila korban belum juga diketemukan atau belum juga dapat dievakuasi secara cepat. Coba kita bayangkan, bagaimana perasaan team evakuasi ketika disalahkan bahkan didamprat oleh anggota keluarga korban, padahal mereka sudah bekerja secara suka rela tanpa istirahat dan makan yang cukup akan tetapi masih juga disalahkan. 
  4. Melarang anggota keluarga korban ikut tergabung dalam team SAR, walaupun anggota keluarga tersebut memiliki kemampuan dan pengalaman di mountaineering, rescue ataupun pengalaman didalam melakukan evakuasi korban bencana. Karena emosi mereka didalam melakukan pertolongan atau evakuasi akan banyak terlibat dan tentunya hal tersebut akan mengganggu kelancaran proses evakuasi. 
  5. Penyelenggara menyiapkan konsumsi yang cukup untuk anggota keluarga korban. 
  6. Penyelenggara menyediakan LO (Liasion Officer) yang cukup untuk memenuhi berbagai kebutuhan anggota keluarga korban, bila perlu 1 keluarga didampingi oleh 1 LO. 
  7. Penyelenggara menyiapkan team Psikolog untuk mendampingi anggota keluarga korban, mengajak berkomunikasi untuk memunculkan ketenangan emosi mereka.
  8. Penyampai informasi, hal tersebut sangat penting karena penyampai informasi harus menyampaikan berbagai perkembangan yang terjadi di lapangan secara berkesinambungan dan komprehensif, sehingga perasaan ketidak pastian yang dialami oleh anggota keluarga korban dapat ditenangkan dengan perkembangan informasi tersebut. 
  9. Bila diperlukan, sediakan pula kasur gulung apabila terdapat anggota keluarga korban yang telah mengalami kelelahan duduk maupun berdiri, sehingga ingin beristirahat sambil tiduran. Hal tersebut karena diantara anggota keluarga korban biasanya akan terdapat orang yang cukup lanjut usianya.
Sedangkan untuk team SAR mereka sudah memiliki SOP atau protap yang baku didalam melakukan evakuasi yang menurut saya sudah cukup bagus karena saya juga pernah berada di posisi tersebut.
Semoga tragedi Sukhoi ini bisa memberikan pembelajaran bagi kita semua, baik pemerintah, penyelenggara, serta penumpang pesawat terbang itu sendiri yang harus mematuhi aturan-aturan yang harus ditaati apabila melakukan penerbangan.

No comments:

Post a Comment